Sunday, November 5, 2017

Putri Padjadjaran 2013

Beberapa hari lalu kepikiran untuk "berbagi" pengalaman dan cerita seru, unik, plus menggelitik dari beberapa ajang atau kompetisi besar yang pernah gue ikutin. Bukan buat sombong, bukan. Pure ingin berbagi karena berbagi itu seru. Basically karena memang gue seneng cerita aja sih. Ya semoga aja apa yang gue bagi bisa bermanfaat buat orang lain. Kan lumayan, jadi pahala juga buat gue.

And let's get started!

PUTRI PADJADJARAN 2013
Putra Putri Padjadjaran bisa dibilang menjadi titik balik semua rutinitas gue. Ga pernah ngebayangin, mahasiswa yang waktunya lebih banyak dihabisin buat latihan dance ini bakal ikutan ajang duta kampus ketika baru kurang lebih satu tahun berhijab. And that was the first time for me to joined some kind of beauty pageant. How come?

Jadi, ajang Putra Putri Padjadjaran ini memang udah pernah diadain di tahun sebelumnya. PPP (singkatan Putra Putri Padjadjaran) merupakan salah satu acara dari rangkaian kegiatan besar tahunan Unpad, yaitu FORSI. Sama kayak cabang seni atau olahraga lainnya, setiap fakultas diminta untuk mengirim satu pasang perwakilannya. Sahabat gue, Yolanda, jadi perwakilan putri fakultas psikologi di tahun 2012. Di tahun 2013, salah satu anggota departemen MIBA BEM Fapsi tiba-tiba dateng ke gue dan minta gue ngewakilin Fapsi buat ikutan PPP 2013. Gue lupa waktu itu apakah ada seleksi dulu di intern fakultas apa engga, yang jelas waktu itu akhirnya gue setuju ngewakilin fakultas dan dipasangkan dengan sahabat gue, Ingga.

Jujur, semuanya modal nekat. Sama sekali ga ada bekal pengalaman apa-apa. Beda sama Ingga, Ingga ini udah pernah ikut Mojang Jajaka Cimahi untuk kategori remaja (waktu SMA). At least, dia punya pengalaman di bidang serupa. Tapi berkat dorongan (diartikan sebagai dorongan secara harfiah) dari temen-temen, rekan-rekan BEM, dan pacar (waktu itu pacar, sekarang udah jadi suami orang), ya akhirnya gue maju.

Dimulailah berbagai kegiatan karantina. Disini gue kenal sama banyak temen-temen baru dari semua fakultas. Mulai nggak pede karena pelan-pelan tau kalo banyak banget finalis yang udah punya pengalaman di Mojang Jajaka, atau setidaknya keliatan lebih siap lah daripada gue. Tiap minggu ketemu sama mereka. Jalanin pelatihan public speaking, catwalk, dan makeup sampe kurang lebih 1 bulan bikin kita jadi akrab, banget. Mulai berasa kekeluargaannya. Mulai dari finalis yang visi misi ikutan PPPnya emang "duta" banget, sampe finalis yang "duh! ngapain sih gue ikutan ini?". Mulai dari finalis yang hobinya nyinyir sana-sini sampe finalis yang "ngomongin apa sih? aku ga ngerti".

But, mostly. Karantina PPP plus finalis PPP ini seru banget. Gue dapat banyak banget pengetahuan baru soal public speaking dari Dj Arie. Ngerti juga gimana cara moles muka pake makeup. Mohon maaf, tahun 2013 makeup belum hitz di kalangan mahasiswa shay. Taunya cuma pake bedak sama lip tint doang. Gue juga jadi tau gimana caranya catwalk pake payung (do you guys rememeber that? 😃😃) dan TAU GIMANA CARA NGELIPET BLAZER pas lagi catwalk (modal buat gue ngajar sebagai coach modeling di masa ini hehe).

Di PPP ini juga gue dapet kepercayaan dari temen-temen buat jadi ketua angkatan. Entah dasar apa. Dan entah atas motivasi apa saya mau jadi ketua angkatan. Tapi akhirnya malah bersyukur sih. Karena jadi ketua angkatan bisa bikin gue gampang deket sama mereka. Selain itu, pengalaman di "kenalin" di hadapan beribu mahasiswa Unpad saat opening Forsi juga jadi pengalaman yang ga bisa dilupain. Malu shaaay 🙂. Plus diajak keliling Unpad pake odong-odong disaat mahasiswa lain harus jalan kaki pas pawai Forsi.

Semasa karantina, masing-masing finalis diminta melakukan photoshoot yang fotonya nanti akan di vote untuk memilih finalis favorit. Gue sama Ingga kebagian tema fairytale yang bikin kita harus foto sore menjelang magrib di Kiara Payung 🙂. Jelaslah bukan kita finalis favoritnya karena ada Maudina yang super efortless beauty dari FKG dan Ari yang banyak fansnya dari fakultas Pertanian.

Tibalah saat babak semifinal. Kaget juga karena ternyata antusiasme mahasiswa Unpad buat dukung finalis dari fakultasnya gede banget! Disini semua peserta wajib melakukan presentasi mengenai tema satu Unpad, unjuk bakat, dan fashion show. Disini juga adalah momen pertama gue unjuk bakat dance dengan tampilan berhijab. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Bahkan setelah selesai, salah satu juri nyamperin gue terus bilang "public speaking kamu bagus banget". Dari situ gue langsung ke-pede-an kalo emang gue punya skill di public speaking. Akhirnya nama gue dan Ingga dipanggil sebagai peserta yang lolos ke babak final, beserta dengan 4 pasang finalis lainnya.

Final akan diadakan minggu depan. Setiap finalis diminta untuk menggunakan kebaya. Jujur waktu itu gue bingung karena ga punya referensi kebaya yang bagus untuk kompetisi seperti ini. Gue juga ga punya banyak waktu buat nyari kebaya kesana-kemari. Sampe akhirnya gue nemu kebaya yang berhasil gue sewa dari salah satu sanggar kebaya di daerah Ujung Berung. Bermodal pinjem motor sahabat lobang idung gue, Sali. Gue ngider dari Jatinangor-Ujung Berung buat cari kebaya.

Seminggu kemudian, babak final tiba. Gue harus tampil di hari yang sama dengan acara puncak Forsi. Artinya, gue harus perform diatas panggung besar dan di hadapan beribu mahasiswa Unpad!!! Ini pengalaman pertama, guys. Apa rasanya? Keringet dingin! Babak final lebih simple dari babak semifinal. Gue dan finalis lain cuma diminta fashion show dan jawab pertanyaan. Tapi di depan orang banyak dan di panggung sebesar itu? Haduuuh. But, yang gue suka disini adalah semua finalis diminta hadir dan melakukan fashion show. Emang sih nggak semuanya banget finalis dateng, tapi moment kumpul lagi bareng mereka yang bikin malam final jadi makin seru. Ditambah ngerasa makin banyak suntikan dukungan dari finali lainnya.

Beberapa menit sebelum naik panggung. Dua juri sempet nyamperin kita dan minta kita ngenalin diri masing-masing. INI ADALAH AWAL PERTEMUAN GUE SAMA MAS NURSASONGKO (yang namanya pasti bakal gue sebut di cerita selanjutnya). Waktu itu gue ga ngerti kenapa juri minta kita ngenalin diri, toh mereka kan udah megang CV kita? Tapi lately gue tau, kalo itu salah satu cara juri untuk mempertimbangkan siapa yang kira-kira "cocok" jadi pemenang.
That's why, there's always a reasons beside the crowning moment of beauty pageant
FUN FACT saat malam final adalah... GUE MASUK ANGIN coy! Dan sempet minta tim medik mijetin gue di backstage. Acara semifinal yang padat dan bikin tenaga abis plus persiapan final yang cuma seminggu, bikin badan gue makin renta. Ditambah terpaan angin nan hebat di lapangan GOR JATI Unpad. Mana tahaaan.

Seperti yang sudah gue duga, kebaya temen-temen finalis lain, jauuuh lebih bagus dari punya gue. Tapi ya udahlah, gue juga ga punya pilihan lain. FUN FACT kedua, gue yang udah kayak pasangan hidup mati sama Ingga selalu ngelakuin ritual berdoa bareng berdua sebelum mulai acara. Ritual itu yang sempet mengundang sirik pasangan finalis lain.

Setelah berbagai rangkaian malam final, tibalah pengumuman pemenang. Jujur, sama sekali nggak ngarep dan nggak pede juga buat menang. Kenapa? Karena gue ngerasa finalis lain lebih cantik dan lebih "duta" daripada gue. Tapi ternyata rejekinya lain, Alhamdulillah gue kepilih sebagai Putri Padjadjaran 2013. Nggak nyangka! Seriusan, nggak bohong. Semua perjuangan terbayar sudah. Gue dipasangkan dengan Jaya, Putra dari Fikom, yang dari awal semua orang juga tau dia yang bakal menang haha.

Dari situ, mulai deh masuk-masuk artikel Unpad. Diundang di acara rektorat. Diundang ngisi acara di radio Unpad. Bahkan, gue dan Jaya sempet diminta nemenin Wakil Rektor dan Humas Unpad untuk melakukan audiensi bareng Bupati Sumedang. Finalis lain? Makin kompak cuy. Kumpul bareng, berisik di grup, dan ikut terlibat juga dalam berbagai kegiatan di Unpad. Jadi kalo ada yang mikir gue, Jaya, dan temen-temen PPP lain cuma gabut doang abis pemilihan, salah besar! At least, gue ngerasa berkat PPP gue bisa berkontribusi buat Unpad.

Satu tahun berpasangan sama Jaya merupakan pengalaman yang seru banget. Jaya ini udah kayak adek gue (iyalah orang gue lebih tua). And how proud i am to see where's he standing now. Bakat anchornya udah kecium dari jaman kuliah. Sampe sekarang dia beneran jadi news anchor dan sering jadi MC di berbagai acara besar di Unpad. Termasuk saat Presiden Jokowi dateng ke acara Dies Natalis Unpad ke-60 di tahun 2017 ini. Jaya ini cekatan banget dan sosok yang manly abis. Selalu bantuin gue tanpa diminta. Kalo gue pake heels selalu siaga megangin gue biar ga keserimpet. Pasanganku juaraaa!

Nama "Putri Padjadjaran 2013" juga yang ngebuat gue berkesempatan menambah berbagai pengalaman di bidang public speaking, manner, dan beauty pageant. Gue jadi sering diminta sebagai pembicara, pemateri, moderator, atau juri. Awalnya diminta jadi pembicara atau pemateri jujur nggak pede, takut salah. Kalo salah nanti malah bikin orang jadi nggak percaya sama gue. So, what did i do? Gue ngobrol sama dosen di fapsi. Minta saran dan semacam expert review dari materi atau bahasan yang mau gue bawain. Setelah oke menurut mereka, gue eksekusi deh.

Gimana caranya bisa pede ngomong sebagai pemateri? Hmm.. ya cobain aja. Pertama, kuasain materinya dulu. Perbanyak latihan. Terus tampil deh. Lama-lama juga terbiasa. Ingat kan? Bisa karena terbiasa itu benar adanya.

So, 1 tahun menjabat sebagai Putri Padjadjaran 2013 adalah pengalaman yang luaaar biasa. Selain nambah ilmu, pastinya nambah temen juga, yang Alhamdulillah relasinya masih kejaga sampe sekarang. And the lesson to learned is...

Bilang iya ketika kesempatan itu datang. Karena lo nggak akan pernah tahu seberapa banyak yang bisa lo dapetin hanya karena lo bilang "YA!"
And there is always a "FIRST TIME" to everyone who wants to get a new journey. The key is... just let yourself in.
Love,
Indah SJ
Putri Padjadjaran 2013 

Tuesday, October 17, 2017

Air Tumpah

“Ta, ada yang mau aku omongin sama kamu.”
“Ngomong apa, Sak?” Tanya gadis manis berkulit putih, bernama Dita yang sudah tiga bulan terakhir ini menjadi warna dalam hidupku.
“Di depan ya…”
Aku berjalan mendahului Dita, berharap ia mengikutiku menjauhi kerumunan teman-teman sepermainan kami yang memang sedang asyik mengobrol di salah satu meja café sambil menunggu pesanan mereka masing-masing.
Benar saja, tidak butuh waktu lama bagiku untuk melihat sosok Dita ada dihadapanku.
“Ada apa sih, Sak? Kok kayaknya serius banget?”
“Hmm…Hehe…” Aku hanya bisa mengeluarkan nyengir khasku. Membuat mataku yang agak sipit menjadi semakin sulit terlihat.
“Apaan? Malah nyengir.”
“Aku mau, kamu jadi pacar aku…”
Dita diam. Akupun terdiam. Ia melihat wajahku dengan wajahnya yang tampak mulai memerah. Pipinya merona dan gerak badannya mulai tak beraturan. Ketidakteraturan yang sama juga tampak pada tubuhku.
“Hmm…”
“Bentar! Jangan dulu dijawab!”
Aku mengambil satu gelas berisikan air yang sejak tadi kusimpan di bawah. Gelas itu hanya gelas bekas air mineral dan airnya pun hanya air yang mengalir dari keran wastafle café.
“Buat apa, Sak?”
“Kalo kamu nerima aku, ambil gelas ini dan tumpahin airnya ke kepala aku, biar aku tahu kalo aku nggak mimpi. Tapi kalo kamu nolak aku, ambil gelas ini dan buang airnya kemanapun, jangan ke kepala aku, biar aku tetep ada dalam mimpi.”
Kami lagi-lagi terdiam. Diam kali ini tanpa diiringi oleh gerakan tak beraturan seperti sebelumnya. Saat ini, justru irama napaskulah yang masuk dan keluar tak beraturan.
Cukup lama aku menunggu keputusan apa yang akan diambil oleh Dita. Sampai akhirnya ia mulai mengayunkan tangan kanannya dan mengambil gelas yang kugenggam dengan ragu.
“Ini bukan soal aku akan menumpahkan airnya ke kepala kamu atau nggak, Sak.”
“Hmm?”
“Aku ingin kamu tetep bangun dari mimpi, tapi tanpa perlu aku tumpahin air ini ke kepala kamu.”
“…”
“Aku akan buang air ini, aku nggak akan numpahin ke kepala kamu. Tapi aku ingin kamu bangun, kamu sadar, dan kamu mengerti, kalau aku nggak bisa nerima kamu…”


-Dia yang tak pernah punya kesempatan untuk mendapatkan pujaan hatinya-

PILAR

Namaku Evelin. Aku gadis berumur 17 tahun yang tampak sama dengan gadis lainnya. Teman-temanku bilang, aku ini cerewet, cengeng, dan suka mengeluh. Ya, memang benar rasanya. Kalau tidak berbicara, kerjaanku yang lain adalah menangis, atau kalau tidak menangis, ya kerjaanku yang lain adalah mengeluh. Tapi memang itulah aku. Mereka mengenal sifatku itu telah menyatu dengan namaku, bahkan menyatu dengan kulitku.
Tidak ada yang aneh denganku. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku adalah gadis berumur 17 tahun yang tampak sama dengan gadis lainnya. Eits, ada kata “tampak” disitu. Sebenarnya ada satu hal yang membedakan aku dengan gadis seumuranku lainnya. Aku adalah Evelin, gadis berkerudung yang berpacaran dengan lelaki yang menjalankan ibadahnya di Gereja.
Hubunganku dengan Moan, kekasihku, memang terbilang sensasional dan fenomenal. Bagaimana tidak? Kami adalah pasangan kekasih beda agama, terlebih jilbab selalu membalut kepalaku kemanapun aku pergi.
Sudah hampir satu tahun aku menjalin hubungan dengannya. Semuanya baik-baik saja. Kami selalu pulang sekolah bersama, istirahat bersama, dan pergi bersama. Tak pernah ada satupun masalah berarti dalam hubungan kami. Kami jarang bertengkar dan jarang meributkan hal yang tidak penting. Bagiku, Moan adalah malaikat. Ia selalu ada di setiap saat aku bahagia, sedih, tertawa, dan terjatuh. Suaranya yang merdu membuat aku selalu merindukan kehadirannya. Semua terasa indah bagiku dan Moan.
Keluargaku sangat terbuka menerima Moan sebagai kekasihku. Mereka tidak mempermasalahkan perbedaan agama diantara kami. Tentu saja, namaku yang agak kebarat-baratan memang pemberian dari Ayahku yang beragama Kristen, sementara Ibuku beragama Islam. Jadi, perbedaan agama dalam sebuah hubungan bukanlah suatu masalah bagi keluargaku.
Hari ini Moan berniat mengajakku untuk datang ke rumahnya, menemui keluarganya. Memang, sejak hari pertama berpacaran dengannya, aku belum mengenal satupun keluarganya. Datang ke rumah Moan dan bertemu keluarganya membuat perasaanku cemas tak karuan. Jantungku berdebar tak tentu. Rasanya sangat menegangkan, jauh lebih menegangkan daripada menaiki roller coster sampai berpuluh-puluh putaran.
Aku menjaga sebaik mungkin perilaku dan sikapku di hadapan keluarga Moan. Sebisa mungkin tak ada sedikitpun noda yang kuciptakan. Benar saja, aku bisa menghela napas lega setelah pulang dari rumah Moan. Semuanya lancar, pertemuanku dengan keluarga Moan lancar. Tidak ada yang aneh. Keluarga itu tidak terlihat membenciku, tapi tidak terlihat menyukaiku juga. Artinya, sikap mereka biasa-biasa saja, normal-normal saja.
Aku membuka jilbabku lalu menenggelamkan badanku ke kasur. Lelah sekali rasanya, tapi sangat menyenangkan. Akhirnya aku bisa mengenal keluarga Moan dan semua akan semakin baik-baik saja.
Baru sejenak rasanya aku meregangkan setiap otot yang melilit tubuhku, handphoneku berdering tanda ada pesan masuk. Itu pasti Moan. Tapi untuk apa Moan mengirimkan sms? Harusnya tidak secepat ini ia sampai kembali ke rumahnya.
Kuambil handphoneku dari dalam tas dan melihat dua belas digit nomor yang tak kukenal. Kubuka pesan itu dan perlahan kubaca.
“Selamat malam, ini dengan Evelin kan? Saya kakaknya Moan. Dengan segala hormat, tolong Anda jauhi adik saya. Saya rasa Anda sudah tahu dengan jelas apa alasannya. Keluarga kami tidak bisa menerima Anda. Moan masih mempunyai masa depan yang jauh lebih baik jika tanpa Anda. Saya mohon pengertian Anda. Terima kasih, selamat malam.”
Aku diam. Badanku bergetar. Air mata perlahan jatuh membasahi pipiku. Napasku mulai sesak dan tak karuan. Aku menatap jilbab yang baru kutanggalkan dari kepalaku. Tangisku semakin menjadi. Apa yang salah denganku sebagai Islam? Apa yang salah dengan Moan sebagai Kristen? Apa yang salah dengan hubungan kami? Apa sebegitu kejamnya perbedaan sampai tidak bisa menyatukan kami? Apa yang salah dengan cinta kami, Tuhan?




-Untukmu, sahabatku yang mencintainya sangat dalam-
 

deepest mind Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang